PERKEMBANGAN STUDI TERHADAP ISLAM DI INDONESIA


PERKEMBANGAN STUDI TERHADAP ISLAM DI INDONESIA

Perkembangan studi Islam di Indonesia dapat digambarkan demikian. Bahwa lembaga/ system pendidikan Islam di Indonesia mulai dari system pendidikan:
(1) System langgar
(2) System pesantren
(3) System pendidikan di kerajaan-kerajaan Islam system
(4) System klas.

(1)   langgar,
Maksud pendidikan dengan system langgar adalah pendidikan yang dijalankan di langgar, atau surau, atau masjid, atau di rumah guru. Kurikulumnyapun bersifat elementer, yakni mempelajari abjad huruf arab. Dengan system ini dikelola oleh ‘alim, mudin, lebai. Mereka ini umumnya berfungsi sebagai guru agama atau sekaligus menjadi tukang baca do’a. dimasjid atau dilanggar mereka; guru dan murid-murid duduk bersila atau tanpa bangku.
(2)   pesantren,
Umumnya kurikulum system langgar adalah pada tingkat awal hanya untuk mengenal huruf abjad Arab. Kemudian pada tingkat selanjutnya diajarakan lagu-lagu qasidah; berzanji, tajuwid, mengaji kitab Farukunan.
Pengajaran dengan system langgar ini dilakukan dengan dua cara:.
1.Pertama, dengan cara sorogan, yakni seorang murid berhadapan secara langsung dengan guru, dan bersifat perorangan.
2.Kedua, adalah dengan cara halaqah, yakni guru dikelilingi oleh murid-murid
Adapun system pendidikan dengan pesantren atau dapat diidentikan dengan huttah, dimana seorang kiyai mengajari santri dengan sarana masjid sebagai tempat pengajaran/pendidikan, dan didukung oleh pondok sebagai tempat tinggal santri.
`Di pesantren juga berjalan dua cara, yakni
(1) sorongan
(2) halaqah.
Hanyak saja sorogan di pesantren biasanya dengan cara si santri yang membaca kitab, sementara kiyai mendengar, sekaligus mengoreksi kalau ada kesalahn.

(3)   System pendidikan di kerajaan-kerajaan Islam
Sistem pengajaran berikut adalah pendidikan di kerajaan-kerajaan Islam, yang dimulai pertama dari kerajaan Samudra Pasai di Aceh, kerajaan yang didirikan Malik Ibrahim bin Mahdun berdiri pada abab 10 M.
Adapun materi yang diajarkan di majelis Ta’lim dan halaqah dikerajaan pasai adalah fiqh mazhab al-Shafi’i. dari sisi kelembagaan adalah informal. Tokoh pemerintah merangkap tokoh agama, dan biaya pendidikanpun juga bersumber dari Negara.
Kedua, kerajaan perlak di selat Malaka. Di kerajaan ini ada lembaga pendidikan berupa Majlis Ta’lim tertinggi yang dihadiri oleh murid khusus yang sudah alim dan mendalam ilmunya. Kitab yang dibaca pun kitab kualitas tinggi, al-Umm, kitab fiqh karangan imam al-Ahafi’i.70
Ketiga, kerajaan Aceh Darussalam (1511-1874 M), kerajaan yang berdiri 12 Zulkaedah 916 H (1511M), dan mengatakan perang terhadap buta huruf dan buta ilmu. Di kerajaan ini ada lembaga-lembaga Negara yang berfungsi di bidang pendidikan, yakni:
(1) Balai Seutia Huhama. Lembaga ilmu pengetahuan, tempat berkumpul ulama, ahli piker dan intelektual/cendekiawan membahas ilmu pengetahuan.
(2) Balai Seutia Ulama, Jawatan pendidikan.
(3) Balai Jama’ah Himpunan Ulama. Adapun jenjangnya adalah:
(1) Meunasah (madrasah), dan ada di setiap kampung.
(2) Rangkang (Tsanawiyah).
(3) Dayah, ada di setiap daerah Ulebalang, dan setiangkat Aliyah. (4) Dayah Teuku Cik, kira-kira sama dengan tingkat pendidikan tinggi (PT).
Keempat, kerajaan Demak, di mana di tempat-tempat ramai (central/pusat) didirikan masjid untuk tempat belajar.
Kelima, kerajaan Islam mataram (1575-1757), di mana hamper di setiap desa didirikan tempat belajar Al-qur’an. Demikian pula di daerah kabupaten didirikan pesantren.77
Keenam, kerajaan Islam dibanjarmasin, Kalimantan, lahir ulama besar dan terkenal, Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari. Setelah pulang dari Makkah untuk belajar, al-Banjari mendirikan pesantren di kampung dalam pagar. System pendidikan adalah sama dengan system madrasah di Jawa.
(4) System klas.
Setelah system kerajaan kemudian mulai akhir abad ke 19, perkembangan pendidikan Islam di Indonesia, mulai lahir sekolah model belanda; sekolah Eropa, sekolah Vernahuler. Sekolah Eropa khusus bagi ningrat belanda. Di samping itu ada sekolah pribumi yang mempunyai system yang sama dengan sekolah-sekolah Belanda tersebut, seperti sekolah taman siswa.
Kemudian dasawarsa kedua abad ke 20 muncul madrsah dan sekolah-sekolah model Belanda oleh organisasi Islam seperti Muhammadiyah, Nahdatul Ulama, Jama’at al-Khair, dan lain-lain.75
Tahun 1901 orang-orang Arab yang tinggal di Jakarta mendirikan madrasah, tetapi belum berhasil. Kemudian tahun 1905, dengan jami’at al-Khoir berhasil mendirikan madrsah dengan kurikulum mengajarkan pengetahuan umum dan agama. Kemudian Mamba’u al-‘Ulum didirikan tahun 1906 oleh Susuhunan Pakubuwono, madrasah digabung dengan masjid. Kemudian Sekolah Adabiyah oleh Abdullah Ahmad di Padang Panjang, berdiri tahun 1907, dan menggunakan system kelas secara konsisten. Berikutnya, Zainuddin Labai al-Junusi pada tahun 1915 membuka sekolah Guru Diniyah dengan system kelas dan menggunakan kurikulum mencakup pengetahuan umum, bahasa, matematika, sejarah dan ilmu bumi.
Kemudian pada tahun 1916, Nahdatul Ulama membuka madrasah salafiyah di Tebuireng, yang dalam kurikulumnya memasukkan pelajaran baca tulis huruf latin. Pada tahun 1923 ada empat (4) sekolah Muhammadiyah didirikan di Yogyakarta, dan di Jakarta berdiri sekolah HIS (Hollands Inlands School).77
Kemudian pada level perguruan tinggi dapat digambarkan, bahwa berdirinya perguruan tinggi Islam tidak dapat dilepaskan dari adanya keinginan umat Islam Indonesia untuk memiliki lembaga pendidikan tinggi Islam sejak colonial. Untuk mewujudkan keinginan tersebut, pada bulan April 1945 ulama cendekianwan. Dalam pertemuan itu dibentuklah panitia Perencana Sekolah Tinggi Islam yang diketauai oleh Drs. Moh. Hatta dengan anggota-anggota antara lain: K.H. Mas Mansur, K.H.A. Muzakkir, K.H R.F Kafrawi dan lain-lain. Setelah persiapan cukup, pada tanggal 8 Juli 1945 atau tanggal 27 Rajab 1364 H, bertepatan dengan hari Isr’ dan Mi’raj-diadakan upacara pembukaan resmi Sekolah Tinggi Islam (STI) di Jakarta.
Setelah proklamasi dan ibu kota Republik Indonesia pindah ke Yogyakarta, STI juga hijrah ke kota tersebut dan berubah namanya menjadi Universitas Islam Indonesia (UII) dengan empat fakultas, yaitu:Agama, Hukum, Ekonomi, dan Pendidikan. Fakultas Agama UII ini kemudian dinegerikan dan menjelma menjadi Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) yang diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 1950 dan pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Bersama Mentri Agama dan Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan No. K/I/14641 Tahun 1951 (Agama) dan No. 28665/Kab. Tahun 1951 (Pendidikan) tanggal 1-9-1951.
PTAIN membuka tiga jurusan, yaitu Jurusan Qadla, Tarbiyah dan Dakwah. Setelah PTAIN berjalan kira-kira sembilan tahun-waktu itu Ketua Fakultasnya adalah Prof. Muhtar Yahya dirasakan tidak mungkin mempertahankan hanya satu fakultas. Dengan alasan, karena demikian luasnya ilmu pengetahuan keagamaan Islam,. Maka pada tahun 1960 PTAIN dilebur dan digabungkan dengan Akademi Dinas Ilmu Agama (ADAI) milik Departemen Agama yang didirikan di Jakarta dengan Penetapan Menteri Agama No. 1 Tahun 1957. Pengabungan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) dengan Peraturan Presiden RI Nomor 11 tahun 1960 dan Penetapan Menteri Agama No. 43 tahun 1960 tetang peyelengaraan IAIN. Maka IAIN al-Jami’ah al-Islamiyah al-Hukumiyah diresmikan berdirinya oleh Menteri Agama RI pada tanggal 2 Rabi’ul Awwal 1380 H bertepatan dengan tanggal 28 Agustus 1960 berdasarkan PP. No. 11 tahun 1960 tanggal 9 Mei 1960. IAIN di Yogyakarta dan ADIA di Jakarta.
Melihat perkembangan IAIN yang pesat yang ditandainya dengan banyaknya berdiri fakultas-fakultas cabang di daerah-daerah menunjukkan minat masuk IAIN. Kondisi ini melatarbelakangi lahirnya PP No. 27 Tahun 1963, yang memungkinkan didirikanya IAIN yang terpisah dari pusat. Dari sisi waktu berdirinya IAIN dapat digambarkan berikut:
1.IAIN Ar-Raniry Banda Aceh tanggal 5 Oktober 1963,
2.IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta tanggal 5 Desember 1963,
3.IAIN Raden Fatah Palembang tanggal 22 Oktober 1964,
4.IAIN Antasari Kalimantan Selatan tanggal 22 Nopember 1964,
5.IAIN Sunan Ampel Surabaya tanggal 6 Juli 1965,
6.IAIN Alauddin Ujung Pandang tanggal 28 Oktober 1965.
7.IAIN Imam Bonjol Padang tanggal 21 Nopember 1966,
8.IAIN Sultasn Taha Saefuddin Jambi tahun 1967.
Kemudian yang dulunya fakultas-fakultas yang merupakan cabang, dipromosikan menjadi IAIN baru. Termasuk katagori ini adalah:
1.IAIN Sunan Gunung Djati Bandung pada tanggal 8 Maret 1968,
2.IAIN Raden Intan Lampung pada tanggal 28 Oktober 1968,
3.IAIN Walisongo Semarang pada tanggal 1 April 1970,
4.IAIN Sumatera Utara di Medan pada tanggal 19 Nopember 1973.
Di samping 12 IAIN tersebut di atas, sejak tahun 1997, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama RI Dr. Tarmizi Taher, berdiri 36 STAIN (Sekolah Tianggi Agama Islam Negeri) di daerah-daerah.
Kemudian sejak tahun 2003 ada perkembangan dan perubahan lagi di tubuh perguruan tinggi Islam, yakni sejumlah IAIN berubah menjadi UIN dan sejumlah STAIN berubah menjadi IAIN. IAIN yang berubah menjadi UIN adalah:
1.IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2.IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
3.IAIN Sunan Gunung Djati Bandung,
4.IAIN Alauddin Makasar,
5.IAIN Sultas Syarif Qosim Pekanbaru, dan
6.STAIN Malang.
Sementara STAIN yang berubah menjadi IAIN adalah:
1.STAIN Serang,
2.STAIN Mataram, dan
3.STAIN Gorontalo
Ketika Menteri Agama dijabat Munawwir Sadjali, ada dua program untuk meningkatkan pendidikan, yakni di tingkat SLTA dicetuskan program MAN-PK (Madrasah Aliah Negeri Program Khusus), sementara untuk tingkat perguruan tinggi ada program Pembibitan Dosen.
Sementara Menag R.I. dijabat Maftuh Basuni, mulai tahun 2007 disediakan beasiswa bagi guru-guru di sekolah-sekolah yang ada di bawah Departemen Agama untuk mengambil program S2. Demikian pula bagi guru bidang studi matematika, kimia, fisika dan biologi disekolahkan ke UI, IPB, ITB, UPI, UGM, ITS dan UN Malang, IAIN Semarang, IAIN Surabaya dan IAIN Makasar.
Mulai tahun ajaran/pelajaran 2007/2008 Departemen Agama RI. Mempunyai program baru, yakni membuka Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia. Sekolah unggulan ini menurut rencana dilaksanakan di dua kota, Serpong dan Gorontalo.




Referensi

Ø  Abd. Hakim, Atang, Drs., MA., dkk, Metodologi Studi Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset. 2008.
Ø  Nasution, Khoruddin, Dr., MA., Pengantar Studi Islam, Yogyakarta: ACAdeMIA + TAZZAFA. 2004.
Ø  Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2006.
Ø  http://podoluhur.blogspot.com/2009/02/perkembangan-studi-islam-di-indonesia.html


Comments

Popular posts from this blog

Hadits Mubham dan Majhul