Metode takhrij hadits melalui topic hadits atau tematik

Metode takhrij hadits melalui topic hadits atau tematik
takhrij berdasarkan tema hadis, dapat dijelaskan bahwa  unuk mengoperasinalkan metode ini dibutuhkan kemampuan untuk  bisa menyimpulkan dan mendapatkan tema dari hadis yang akan dicari, setelah ketemu, kemudian kita lanjutkan dengan membuka kitab yang memang disusun untuk hal tersebut.  Metode ini sangat simpel, namun juga sangat sulit untukdapat menemukan secara keseluruhan hadis yang ingin dicari.  Hal tersebut disebabkan oleh kadar kemampuan kita untuk menentukan tema.  Sebab harus diakui kalau ingin mendapatkan hasil maksimal melalui metode ini, haruslah dicari tema yang tepat dan tentu tidak hanya satu tema, karena terkadang satu hadis itu memuat beberapa tema.
Menurut Mahmud Thahhan (metode ini digunakan untuk orang-orang yang mempunyai instink dalam menyimpulkan sebuah tema dari suatu hadits. Adapun kitab yang dapat membantu pelacakan hadits dengan metode ini dapat dibagi dalam tiga jenis :
1. Al-Jawami’, al-mustakhrajat, al-mustadrakat, al-majami’, al-zawa’id, miftah kunuz al-sunnah, (jenis kitab yang membahas seluruh masalah keagamaan), seperti :
  1. Al-Jami’ al-shahih karya Bukhari
  2. Al-Jami’ al-shahih karya Muslim
  3. Al-jami’ Abdurrazaq
  4. Al-jami’ al-Tsauri
  5. Al-Mustakhraj ‘ala Shahihi al-Bukhari karya al-Ismai’li (371 H)
  6. Al-Mustakhraj Shahihi al-Bukhari karya al-Ghatrifi (377 H)
  7. Al-Mustakhraj Shahihi al-Bukhari karya al-Dzuhl (378 H)
  8. Al-Mustakhraj Shahihi al-Muslim karya Abu Uwanah al-Isfiraini  (310 H)
  9. Al-Mustakhraj Shahihi al-Muslim karya Abu Hamid al-Harawi       (355 H)
  10. Al-Mustadrak ‘ala Shahihain karya Abu Abdullah al-Hakim (305 H)
  11. Jaami’ al-ushulu min ahadits al-Rasul karya Abu al-As’adaat al-Ma’ruf Ibnu ‘Atsiir (606 H)
  12. Al-Jami’ bainal al-Usul al-Sunnah karya Razain bin Mu’awiyah al-Andalusi (505 H). (Mahmud al-Thahhan, 1991: 95-102)
2 Al-Sunan, al-Mushannafat, al-Muwaththa’at, al-Mustakhrajat a’ala al-Sunnah (jenis kitab yang membahas sebagian besar masalah keagamaan) seperti :
    1. Sunan Abu Dawud al-Sijistani (275 H)
    2. Sunan al-Nasa’I (303 H)
    3. Sunan Ibn Majah (275 H)
    4. Sunan al-Syafi’I (204 H)
    5. Sunan al-Baihaqi (458 H)
    6. Sunan al-Daruquthni (385 H)
    7. Sunan al-Darimy (255 H)
    8. Al-Mushannaf karya Abu Bakr Abdullah bin Muhammad Abu Syaibah al-Kufi (235 H)
    9. Al-Mushannaf karya Abu Bakr Abdul Razaq bin Hammami al-Shana’i (211 H)
    10. Al-Mushannaf karya Baqi’ bin Mukhallad al-Qurthubi (276 H)
    11. Al-Mushannaf karya Abu Sufyan Waki’ bin al-Jarrah al-Kufi  (196 H)
    12. Al-Mushannaf karya Abu Salmah al-Bishri (167 H)
    13. Al-Muwaththa’ karya Imam Malik (179 H)
    14. Al-Muwaththa’ karya Abu dzi’b Muhammad bin Abdurrahman (185 H)
    15. Al-Muwaththa’ karya Abu Muhammad Abdullah bin Muhammad al-Marwazi al-Ma’rufi (293 H). (Mahmud al-Thahhan, 1991: 115-119 )
3. Al-Ajza’, al-Targhib wa al-Tarhib, al-Zuhd wa al-Fadla’il wa al-Adab wa al-Akhlaq, al-Ahkam (Kitab yang membahas topik-topik tertentu dari masalah keagamaan) kitab-kitab jenis ini diantaranya :
    1. Juz’ ma rawahu Abu Hanifah ‘an al-Shahabah karya Abu Ma’syar Abdul Karim bin Abdul al-Shamad al-Thabari (178 H).
    2. Al-Targhib wa Tarhib karya Zakiy al-Din Abdul Azim bin Abdul Qawi al-Munziri (656 H).
    3. Al-Targhib wa Tarhib karya Abu Khafd Umar bin Ahmad al-Ma’ruf  Ibnu Syaibah (385 H).
    4. Kitab Zuhd karya Imam Ahmad Ibnu Hanbal (241 H).
    5. Kitab Zuhd karya Imam Abdullah bin al-Mubarak (181 H)
    6. Kitab Zuhd wa al-Du’a karya Abu Yusuf Ya’kub bin Ibrahim al-Kufi (182 H)
    7. Kitab fadhail al-Qur’an karya Imam al-Syafi’i
    8. Kitab fadhail al-Shahabah karya Abu Na’im al-Ashbihani (430 H)
    9. Kitab Riyaadl al-Shalihin karya Imam al-Nawawi (676 H)
    10. Al-Ahkam  al-Kubra karya Abu Muhammad Abd al-Haq bin al-Rahman al-Asyabili (581 H)
    11. Al-Ahkam  al-Sughra karya Abu Muhammad Abd al-Haq bin al-Rahman al-Asyabili (581 H).
    12. Al-Ahkam karya Abd al-Ghani bin Abdul wahid al- Magdisi    (600 H).
    13. ‘Umdah al-Ahkam karya al-Ghani bin Abdul wahid al- Magdisi (600 H). (Mahmud al-Thahhan, 1991: 121-124 )

           
Pada dasarnya takhrij dengan menggunakan metode ini bersandar pada pengenalan tema hadits. Setelah kita menentukan hadits yag akan kita takhrij, maka langkah selanjutnya yakni menyimpulkan tema hadits tersebut. Kemudian kita mencarinya melalui tema ini pada kita-kitab metode ini.
           
Kerap kali suatu hadits memiliki tema lebih dari satu. Sikap yang harus kita lakukan pada hadits yang seperti ini mencarinya pada tema-tema yang dikandungnya.
Contohnya :

Hadits ini dicantumkan pada kitab iman, tauhid, shalat, zakat, puasa, dan haji. Untuk itu kita harus mencarinya pada kitab tema-tema tentang ini.
            Sangatlah jelas bahwa metode ini sangat mendasar metodenya pada pengenalan tema hadits. Ketidak tahuan metode ini akan menyulitkan proses takhrij.
KEISTIMEWAAN METODE INI
1.      Metode tema hadits tidak membutuhkan pengetahuan-pengetahuan laim diluar hadits seperti keabsahan lafal pertamanya,sebagaimana metode pertama,  pengetahuan bahasa arab denga parubahan-perubahanya katanya sebagaimana metode yang kedua, dan pengenalan perawi teratas sebagaimana metode yang ketiga. Yang dituntut pada metode ini ialah pengetahuan akan kandungan haduts. Hal ini sangtalh logis dalam mempelajari etode ini.
2.      Metode ini mendidik ketajaman pemahaman hadits pada dri penelti. Seorang peneliti setelah menggunakan metode ini beberapa kali akan memiliki kemampuan yang bertambah terhadap tema dan maksud hadits yang merupakan Fiqh Hadits.
3.      Metode ini juga memperkenalkan kepada peneliti maksud hadits yang dicarinya dan hadits-hadits yang senada dengannya. Ini tentunya akan menambah kesemangatan dan membantu memperdalam masalah.

KEKURANGAN METODE INI
1.      Terkadang kandungan hadits sulit disimpulkan oleh seorang peneliti hingga tidak dapat menentukan temanya’ sebagai akibatnya pentakhrij tidak mungkin menggunakan metode ini.
2.      Terkadang pemahaman peneliti tidak sesuai dengan penyusun kitab. Sebagai akbatnya penyusun kitab meletakkan hadits pada posisi yang tidak diduga oleh peneliti tersebut. Contoh ini banyak sekali, seperti hadits yang semula oleh peneliti disimpulkan sebagai hadits peperangan ternyata pada penyusunannya terletak pada hadits tafsir.
Kendati demikian, kedua kekurangan ini akan hilang dengan sendirinya dengan memperbanyak menela’ah kitab-litan hadits. Penela’ahan dengan berulang-ulang akan menimbulkan pengetahuan tentang metode para ulama dan tata letak tema hadits.

KARYA-KARYA TULIS PADA METODE INI
      Karya-karya tulis pada metode ini sangat banyak, hanya yang perlu diketahui bahwa setiap kitab yang hadits-haditsnya disusun berdasarkan tema-tema berarti kitab tersebut termasuk dalam kategori metode ini. Untuk mempermudah pemahaman dan pengenalan penulis mengelompokkannya pada bebrapa kelompok tanpa memberikan komentar, Karen diluar kebutuhan.
1.      Kitab hadits secara umum seperti kanzal ‘ummali fi sunanil aqwali wal af’ali. Karangan al muttaqiy al-hindy
2.      Kitab takhrij hadits dari beberapa kitab tertentu seperti miftahu kunuuzis sunnatil ‘an hamlil as farifi takhriji ma fil ihyai minal akhbari karya al-iraqi
3.      Kitab-kitab takhrij hadits-hadits dari kitab kitab fiqih seperti nashbur rooyati fi takhriiji ahadiisil hidaayati karangan al-zaila’iy
4.      Kitab-litab takhrij hadits hadits hukum seperti muntaqol akhbari min hadisi sayyidil akhbari karangan ibnu taimiyah.
5.      Kitab kitab takhrij hadits hadits targhib dan tarhib seperti at targhibu wat tarhiib karangan al hafidz al munziri.
6.      Kitab kitab takhrij hadits hadits tafsir seperti fathul qodiir fi fanarriwayah wa darriyah min ‘ilmit tafsiir karangan syaukani
7.      Kitab takhrij hadits hadits sejarah hidup dan sifat-sifat nabi seperti tafsiirul qur’aanul adzim karya imam suyuthi.
Sebelumnya kita perlu mengetahui bahwa kita dapat menggunakan metode ini tanpa melalui satu kitabnya yang tertentu. Berarti takhrij ini dapat dilakukan dengan jalan mengenal tema hadits. Sebagai contoh hadits engenai sholat. Hadits ini mungkin akan terdapat pada kitab shalat dalam shahih bukhori, pada kitab shalat dalam shahih muslim dan lain-lain kitab hadits yang sekiranya ada permasalahan sholat di dalamnya.
            Kelebihan kitab takhrij dengan metode tema ini ialah dapat lebih mempersingkat cara. Bila kita ingin mentakhrij sebuah hadits dengan melalui salah satu kitabnya menurut cara yang diterangkan, maka kitab tersebut akan menunjukkan tempat hadits tersebut dalam beberapa kitab-litab sumbernya. Kemudian kita cari menurut petunjuknya sebagai ganti mencari langsung pada kitab-kitab yang disusun berdasar thema.








Referensi :
Ø  Abdul Hadi, Abu Muhammad Abdul Mahdi bin Abdul Qodir, Metode Takhrij Hadits, Semarang, Dina Putra Utama Semarang, 1994

Comments

Popular posts from this blog

Hadits Mubham dan Majhul

PERKEMBANGAN STUDI TERHADAP ISLAM DI INDONESIA

Kesetiaan Hewan terhadap Tuannya